![]() |
Lomba Bekulo dalam rangka HUT Kota Curup/Foto: Radar Pat Petulai |
Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu terkenal dengan ragam
budayanya yang khas. Suku asli penduduk Rejang Lebong ini adalah suku Rejang,
yang kabarnya termasuk suku tertua di Pulau Sumatera. Suku ini memiliki
keunikan tersendiri yang kaya akan seni dan budayanya. Salah satu seni yang
dimiliki suku Rejang hingga saat ini adalah Sastra Rejang.
Sayangnya tidak banyak dokumen atau catatan tentang Sastra Rejang
ini. Sastra Rejang hanya bertahan melalui tutur lisan, yang hingga saat ini
masih tetap digunakan. Misalnya pada saat berasan (berunding) dan sebagainya.
Sastra Rejang juga masih digunakan oleh orang pintar (dukun), biasanya sebagai
mantra-mantra.
Nasib Sastra
Rejang inipun semakin longgar, hanya tinggal menunggu saatnya akan hilang. Jika
tidak sesegera mungkin ditumbuh kembangkan kepada generasi muda. Maka, Sastra
Rejang yang hingga kini masih bertahan hanya sebatas tutur lisan akan punah.
Tampaknya belum ada Perguruan Tinggi (PT) di Kabupaten Rejang
Lebong ini yang tertarik melakukan penelitian atau mendalami Sastra Rejang
menjadi kajian ilmiah. Padahal, Sastra Rejang ini juga sebenarnya bisa
dijadikan sebagai kurikulum non reguler, yang bisa diajarkan kepada para
mahasiswa, sehingga kedepan Sastra Rejang masih tetap bertahan dan memiliki
dokumen yang terus berkesinambungan dipelajari para pemuda generasi penerus
bangsa.
Rejang Lebong semestinya bisa belajar dari daerah Jawa. Bagaimana mereka mampu mempertahankan dan mendukomentasikan Sastra Jawa. Bahkan, beberapa Perguruan Tingginya ada yang berani membuka jurusan Sastra Jawa.
Perguruan Tinggi Harus Berperan
Bukan tidak mungkin Sastra Rejang ini akan hilang ditelan zaman,
jika para generasi muda hanya suntuk mempelajari seni budaya asing, yang sebenarnya
asing bagi dirinya sendiri. Jika memang demikian, jangan heran apabila generasi
Rejang bisa kehilangan identitas aslinya.
Menurut seorang
pakar dan penulis Sastra Rejang, Lahmudin Ani Wijaya, Sastra Rejang bisa hilang
karena keterlambatan Perguruan Tinggi menghadirkan para pakar budaya, khususnya
Sastra dan Seni Rejang.
Saat ini saja, pakar dan penulis Sastra Rejang sudah banyak yang
lebih dahulu dipanggil Yang Maha Kuasa, karena sudah lanjut usia. Seperti, A
Sani, A Rafli, Gulam Ahmad, Arifin Jamil dan lainnya. Sementara, yang masih
hidup hanya segelintir orang saja.
"Kita
butuh generasi muda yang menguasai Sastra Rejang, baik itu menguasai secara
ilmiah atau menjadi Sastrawan Rejang. Sementara, yang mampu mencetak
intelektual muda dengan kemampuannya dapat mengkaji Sastra Rejang, juga menjadi
pelaku, salah satunya adalah Perguruan Tinggi," kata penulis naskah drama Berbahasa
Rejang, Cao Maket Rajo.
Belum ada kata
terlambat, untuk menularkan Satra Rejang ini kepada generasi penerus. Tetapi,
Jika tidak segera, siapa nanti yang akan menjadi sumbernya atau menjadi
pengajarnya. Mumpung sekarang masih ada, walaupun hanya segelintir orang saja.
"Saya berharap, Perguruan Tinggi bisa berperan. Sehingga,
salah satu kekayaan budaya bangsa ini tidak hilang ditelan zaman," harap
Alumnus Filsafat UGM ini.
Rejang Lebong
semestinya bisa belajar dari daerah Jawa. Bagaimana mereka mampu mempertahankan
dan mendukomentasikan Sastra Jawa. Bahkan, beberapa Perguruan Tingginya ada
yang berani membuka jurusan Sastra Jawa. Kendati demikian, mahasiswanya tidak
hanya orang dengan latar belakang dan suku Jawa, melainkan banyak juga dari
daerah luar Jawa, bahkan dari luar negeri.
"Orang Jawa juga mendirikan Javanologi yang dipimpin
Damarjati Supadjar dan Dr Soeroso. Mengapa kita tidak mencontohnya dengan
dengan mendirikan Rejangnologi? Sastra lain bisa tumbuh dan berkembang, karena
kepedulian masyarakat dan cerdik pandai terhadap budaya mereka sendiri,"
terang Lahmudin.
Agar Sastra
Rejang bisa tumbuh dan bekembang dan mampu sejajar dengan sastra-sastra lainnya
di Indonesia, bahkan internasional, yang dibutuhkan adalah munculnya banyak
pelaku Sastrawan Rejang, kritikus Sastra Rejang dan peneliti Sastra Rejang.
Sehingga ke depan khasanah budaya ini bisa hidup dan dipelajari di banyak
Perguruan Tinggi di Indonesia. "Kita berharap Sastra Rejang tidak punah.
Sekarang Sastra Rejang masih digunakan sebagai mantra-mantra, ratapan orang tua
di ladang-ladang dan sebagainya," pungkas pria yang masih aktif menulis
Sastra Rejang ini.
Apa itu Sastra Rejang ?
Sastra Rejang,
berbeda dengan Bahasa Rejang sehari-hari. Sastra Rejang merupakan bahasa yang
lebih halus, menggunakan bahasa kiasan, tidak vulgar dan artinya dalam dan
tertuang dalam petata-petiti. Sastra Rejang memiliki nilai-nilai dan pesan
moral. Biasanya, Sastra Rejang menggunakan kata majmuk yang berulang-ulang.
Menurut Verhoever, bahwa orang Rejang kelihatannya seperti malas. Tetapi, pada
saat membela diri, tangkas dan bahasanya indah. Dikutip dari Dr Moh Husein
1932. Buku tembo adat rejang. "Sastra Rejang bahasanya lebih indah, lebih
halus," jelas Lahmudin.
Jenis-jenis Sastra Rejang
A. Rejung
Rejung
merupakan pesan pendek dalam bentuk bahasa yang indah. Biasanya terdiri dari
dua kalimat sampai empat kalimat saja. Rejung juga biasanya dipakai oleh bujang
gadis ketika menegur orang yang disukainya atau bujang gadis ketika melakukan
sindiran. "Rejung hampir seperti pepatah, tetapi bukan pepatah,"
imbuh Lahmudin.
B. Sambai
Sambai adalah,
bertutur antara laki-laki dan perempuan saling bergantian.
C. Beringit
Beringit adalah
bertutur sendiri, bila merasa sedih. Biasanya bertutur ini oleh orang dulu
dilakukan di ladang, orang tua yang mengasuh anak atau seorang gadis yang
sedang mengasuh adiknya.
D. Andai-andai
Andai-andai
merupakan cerita yang mengarah untuk pendidikan. Dalam sastra jenis ini, orang
tua biasanya menceritakan kisah-kisah atau dongeng kepada anaknya, agar sang
anak bisa mengerti dan tidak melakukan hal serupa. Tujuan sastra ini untuk
mengajarkan anak-anaknya, supaya bersikap lebih pandai.
E. Guritan
Guritan adalah
cerita rakyat yang didalamnya tertanam pesan-pesan moral, pendidikan, sopan
santun dan tata krama hidup.
F. Kindun
Kindun adalah jenis Sastra Rejang yang paling tinggi. Kindun merupakan Sastra
Rejang yang berbentuk puji-pujian terhadap sesuatu. Tujuannya, agar sesuatu hal
yang dilakukan tidak berbuah celaka, namun sebaliknya bisa memberi manfaat
kepada dirinya. Kindun ini biasa dipakai oleh pawang lebah, pawang ular dan
sebagainya.
Kesulitan orang
mempelajari Sastra Rejang ini salah satunya dipengucapan. Sebab, aksara rejang
dikenal tidak lentur. Namun, jika dipelajari dengan serius, tentunya semua hal
yang sulit bisa dengan mudah dikuasai. Bahkan, ada orang asing yang mampu dan
benar-benar menguasai Sastra Rejang, baik dari segi tulisan maupun
pengucapannya.
Bahasa Rejang
yang sulit pengucapannya biasa disebut dengan istilah "buah imbang"
dan "buah mbayang".
- Ngg
Contohnya: Temunggeu.
- Nda
Contoh:Kundei
- Nja
contoh: Temunjuk
- Mba
contoh:Mbeak
Pengucapan kata tersebut berbeda dengan tulisannya. Sehingga mempelajari Sastra Rejang
ini terasa sangat sulit. Karena, jika salah mengucapkannya, maka bisa berbeda
pula artinya dan menjadi tidak indah lagi.
Contoh Sastra Rejang
Karya Lahmudin Ani Wijaya
Mesoa untung judeu
kokok bugo, nak likeu sanie
Mbien pedang kibas
bayang
Umbuk keki'o nak lem
atie
Semapie bicang tando
sayang.
Artinya:
Koko ayam burgo
dipengkolan sungai
Membawa pedang
kibas bayang
Mengajuk
perasaan dalam hati
menyampaikan
perkataan tanda sayang.
Sekejut umei daet,
pun betebok dauene alus
Tkejut mbeak tkanjet,
tun bkelak, na ipe
penane us.
Artinya:
Putri malu di
ladang darat
dahan berduri
dahannya alus,
terkejut jangan
kaget
Orang
berkehendak, di mana tempatnya jatuh.
Contoh lainnya
Bi bepoloak-poloak taun debi laleu
Pengedingku dibeleu
Pengaseiku gi ano ite
betemeu, ite beperambak.
Uyo uku suang, temngoa
desau angin, ricik bioa ndak unen tingga.
Api gen minget bugei yo
api gen jemago, ngen
jemagei ne igei
Tun biaso bi aleu, coa
gen belek igei
Tingga sedingen, kuat
sengak tiko bediang.
Inget tun besabat
besudaro, uyo demnong pucak tebo.
Lahmudin
mengatakan, adanya Sastra Rejang dan Aksara Rejang adalah bukti, bahwa Suku
Rejang sudah memiliki kebudayaan yang tinggi sejak dahulu kala. (BACA: Mengenal Sanksi Adat Masyarakat Rejang)
Bengkulu kaya banget ya budaya dan sastranya...
ReplyDeletesayang banget saya nggak bisa bahasa rejang hihi
Sangat kaya sebenarnya.. Kalau di jawa, UGM misalnya. Jurusan Sastra Jawanya banyak bukan orang jawa, malah ada mahasiswa dari luar negeri
DeleteSangat kaya sebenarnya.. Kalau di jawa, UGM misalnya. Jurusan Sastra Jawanya banyak bukan orang jawa, malah ada mahasiswa dari luar negeri
DeleteWah blm pernah sempat explore budaya rejang, ajak2 dunk mas sesekali
ReplyDelete